Mengenai Saya

suka suasana alam d rumah. Sering bgt..merasa profesi tetangga lebih menjanjikan daripada profesi sendiri. Dan skarang berusaha mencintai farmasi..

Jumat, 07 Januari 2011

afla



                                

Siklus hidup dan proses infeksi

Proses infeksi cendawan entomopatogen terhadap inangnya (serangga) dibagi menjadi fase parasit dan fase saprob. [5] Penyerangan pada serangga inang dilakukan melalui penetrasi langsung pada kutikula.[4] Pada awalnya spora cendawan melekat pada kutikula, selanjutnya spora berkecambah melakukan penetrasi terhadap kutikula dan masuk ke hemosoel.[4] Cendawan akan bereproduksi di dalamnya dan membentuk hifa.[4] Serangga akan mati, sedangkan cendawan akan melanjutkan siklus hidupnya dalam fase saprob.[4] Setelah tubuh serangga inang dipenuhi oleh massa miselium, tubuh tersebut akan mengeras dan berbentuk seperti mumi yang berwarna putih, hijau, atau merah muda.[4] Setelah itu spora akan diproduksi untuk menginfeksi inang lainnya. [4]

[sunting] Manfaat

Cendawan entomopatogen sejauh ini telah dimanfaatkan sebagai agens pengendali hayati dan bahan obat herba. [4] Di Indonesia, agens hayati cendawan entomopatogen digunakan untuk mengendalikan hama pada tanaman perkebunan [6] Cendawan entomopatogen dapat pula dimanfaatkan sebagai obat herba.[4] Beberapa anggota dari Hypocreales dikenal sebagai komponen utama beberapa obat-obatan, di antaranya ialah Cordyceps sinensis, Hypocrella, dan Torubiella. [4]

[sunting] Contoh

Beberapa jenis cendawan entomopatogen yang sudah diketahui efektif mengendalikan hama penting tanaman adalah Beauveria bassiana, Metarhizium anisopliae, Nomuraea rileyi, Paecilomyces fumosoroseus, Aspergillus parasiticus, dan Verticillium lecanii. [2]
Aflatoksin
Aflatoksin berasal dari singkatan Aspergillus flavus toxin. Toksin ini pertama kali diketahui berasal dari kapang Aspergillus flavus yang berhasil diisolasi pada tahun 1960. sedikitnya ada 13 tipe aflatoksin yang diproduksi di alam. Aflatoksin B1 diduga sebagai yang paling toksik, dan diproduksi oleh Aspergillus flavus dan A. parasiticus. Aflatoksin G1 dan G2 diproduksi oleh A. parasiticus. Aspergillus flavus dan A. parasiticus ini tumbuh pada kisaran suhu yang jauh, yaitu berkisar dari 10-120C sampai 42-430C dengan suhu optimum 320-330C dan pH optimum 6 (Anonimus 2006c).
Di antara keempat jenis aflatoksin tersebut AFB1 memiliki efek toksik yang paling tinggi. Mikotoksin ini bersifat karsinogenik, hepatatoksik dan mutagenik sehingga menjadi perhatian badan kesehatan dunia (WHO) dan dikategorikan sebagai karsinogenik golongan 1A. Selain itu, aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh.
Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada produk-produk pertanian dan hasil olahan. Selain itu, residu aflatoksin dan metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti susu, telur, dan daging ayam. Sudjadi et al (1999) dalam Maryam (2002) melaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pasien (66 orang pria dan 15 orang wanita) menderita kanker hati karena mengkonsumsi oncom, tempe, kacang goreng, bumbu kacang, kecap dan ikan asin. AFB1, AFG1, dan AFM1 terdeteksi pada contoh liver dari 58% pasien tersebut dengan konsentrasi diatas 400 µg/kg.
Toksikologi Aflatoksin
Aflatoksin tidak menyebabkan keracunan secara akut, namun secara kronis menimbulkan kelainan organ hati. Penyimpanan makanan dalam waktu lama dan cara yang tidak benar, menyebabkan kerusakan pada bahan makanan tersebut oleh mikroorganisme dan jamur yang dapat menghasilkan aflatoksin. Tidak ada spesies hewan, termasuk juga manusia, yang kebal terhadap efek toksik akut dari aflatoksin. Namun, manusia lebih mampu bertahan terhadap infeksi akut (Anonimus 2006c).
Kerentanan terhadap aflatoksin sangat besar pada anak-anak, bergantung pada kemampuan tiap individu untuk mendetoksifikasi aflatoksin melalui proses biokimiawi tubuh, dan juga dipengaruhi oleh jenis kelamin (kaitannya dengan konsentrasi hormone testosteron). Toksisitas aflatoksin juga bergantung pada faktor nutrisi.
Aflatoksikosis adalah istilah untuk kondisi keracunan akibat aflatoksin. Terdapat 2 bentuk aflatoksikosis, yaitu bentuk intoksikasi akut dan berat dan bentuk intoksikasi kronik subsimtomatik. Pada bentuk akut, terjadi kerusakan secara langsung pada organ hati, yang dapat diikuti oleh kematian. Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa dosis dan durasi paparan aflatoksin sangat mempengaruhi akibat yang ditimbulkan, seperti (Williams et al 2004):
1.Paparan aflatoksin dalam dosis besar mengakibatkan infeksi akut dan kematian, akibat terjadinya sirosis hepatis.
Gejala terjadinya aflatoksikosis berat adalah nekrosa hemoragi organ hati, proliferasi duktus empedu, edema, dan lethargy. Manusia dewasa umumnya lebih toleran terhadap aflatoksin, dari kasus aflatoksikosis yang pernah dilaporkan, kematian banyak terjadi pada anak-anak.
2.Dosis subletal secara kronis menimbulkan gangguan nutrisi dan imunologis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aflatoksin B1 mampu menginduksi terjadinya aplasia timus, menurunkan jumlah dan fungsi limfosit-T, menekan aktivitas fagositik, dan menurunkan aktivitas komplemen. Selain itu, juga disebutkan bahwa kontaminasi makanan oleh aflatoksin menyebabkan supresi respon imun berperantara sel (cell mediated immune responses).
3.Efek kumulatif dari aflatoksin memiliki resiko terhadap terjadinya kanker.
Interaksi antara aflatoksin dengan virus Hepatitis B dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker hati.
Hepatocellular Carcinoma (HCC)
Hepatocellular carcinoma (HCC) atau kanker hati disebut juga primary liver cancer atau hepatoma. Hepatosit merupakan 80% jaringan hati, karena itu 90-95% kanker hati terjadi dari pertambahan sel-sel hati, disebut hepatocellulat cancer. Pada kondisi kanker hati, beberapa sel mulai tumbuh secara abnormal akibat kerusakan DNA. Kerusakan DNA menjadi penyebab terjadinya perubahan proses kimia, termasuk rasio pertumbuhan sel, yang salah satu akibatnya adalah pertumbuhan sel menjadi tidak terkontrol dan membentuk tumor (Fong 2006, Anonimus 2005).
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan DNA pada kanker hati yaitu (Anonimus 2005):
1.Virus Hepatitis B dan C
Di seluruh dunia, infeksi kronis dari virus hepatitis B dan C merupakan penyebab utama terjadinya kanker hati. Hepatitis B menyebabkan terjadinya kanker hati melalui material genetik virus yang masuk ke dalam material genetik sel hati normal sehingga mempengaruhi fungsi normal sel hati dan mengakibatkan kanker. Hepatitis B dapat ditularkan oleh wanita hamil kepada janin yang dikandung.
Hepatitis C dapat ditularkan melalui transfusi darah dan jarum suntik yang terkontaminasi. Pada beberapa kasus, hepatitis C dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Proses pengrusakan DNA oleh virus hepatitis C tidak diketahui secara pasti. Tidak seperti Hepatitis B, material genetik dari virus hepatitis C tidak masuk ke dalam material genetik sel hati normal. Diduga, virus Hepatitis C mempengaruhi aktivitas gen sehingga sel tidak bereproduksi dalam kecepatan yang normal. Selain itu, Hepatitis C menjadi penyebab terjadinya sirosis hepatik sehingga secara tidak langsung menjadi penyebab kanker hati.
2.Sirosis hepatik
Sirosis hepatik dapat timbul oleh kecanduan alkohol atau kondisi hemokromatosis herediter. Kondisi lain adalah seperti yang telah disebutkan, yaitu virus Hepatitis B dan C.
3.Paparan aflatoksin dalam waktu yang lama
Aflatoksin telah diimplikasikan sebagai penyebab kanker hati, yaitu melalui kemampuannya menimbulkan perubahan (mutasi) pada gen p53.
4.Bahan kimia vinyl chlorida dan thorium dioksida (Thorotrast)
Kedua bahan kimia tersebut dapat menyebabkan hepatik angiosarcoma.
5.Arsenik
6.Primary biliarycirrhosis
Peradangan duktus empedu pada hati meningkatkan resiko terjadinya cholangiocarcinoma, suatu tipe kanker hati primer.
7.Colitis ulceratif
Interaksi Aflatoksin dengan Virus Hepatitis B
Studi menunjukkan bahwa infeksi virus Hepatitis B yang terjadi bersamaan dengan paparan aflatoksin akan meningkatkan resiko terjadinya hepatocellular carcinoma (HCC). Adanya hubungan antara aflatoksin dengan terjadinya karsinoma hepatik primer telah ditemukan. Pada kasus karsinoma hepatik primer, diduga bahwa dalam jangka waktu tertentu penderita telah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi kapang penghasil aflatoksin.
Keberadaan konjugat aflatoksin M1-DNA untuk waktu yang kama meningkatkan resiko terjadinya mutasi gen, misalnya gen p53, yaitu melalui gangguan fungsi gen penghambat tumor. Pada saat yang sama, infeksi virus Hepatitis B mempengaruhi kemampuan hepatosit untuk memetabolisme aflatoksin. Dengan demikian, efek interaksi ini menghasilkan kerusakan jauh lebih besar. Weiss (2000) menyebutkan, bila aflatoksin masuk ke dalam tubuh, zat tersebut akan dibawa ke hati untuk dimetabolisme oleh beberapa enzym. Tahap-tahap metabolisme tersebut yang kemudian mengaktivasi aflatoksin untuk berikatan dan merusak molekul DNA yang mengontrol pertumbuhan sel-sel hati, sehingga terjadi mutasi dan karsinogenesis.
Infeksi virus hepatitis B memiliki korelasi yang lebih besar untuk terjadinya kanker hati, dibandingkan dengan paparan aflatoksin. Namun, penelitian menunjukkan bahwa konsumsi aflatoksin melalui makanan yang terkontaminasi dapat menimbulkan supresi dari respon imun vitalethein modulator mediated, yang berpengaruh besar terhadap epidemi infeksi virus hepatitis B serta infeksi virus lainnya seperti hantavirus, ebola, tuberculosis, kanker, dan AIDS (Anonimus 2001).
Deteksi Aflatoksin pada Manusia
Terdapat dua teknik yang banyak dilakukan untuk mendeteksi kadar aflatoksin pada manusia (Anonimus 2006c, Henry et al. 2001). Metode pertama adalah dengan mengukur AFM1-guanin di dalam urin. Kehadiran zat tersebut menjadi indikasi terjadinya paparan aflatoksin selama 24 jam terakhir. Namun, kekurangan dari teknik ini adalah hanya memberikan hasil positif pada sekitar 30% dari individu yang positif terpapar aflatoksin. Hal tersebut disebabkan oleh waktu paruh dari AFM1-guanin. Kadar AFM1-guanin yang terukur dapat bervariasi setiap harinya dan dipengaruhi oleh diet, sehingga teknik ini tidak efektif untuk mendeteksi paparan aflatoksin yang kronis.
Metode kedua yaitu mengukur kadar AFB1-albumin dalam serum. Pendekatan ini lebih akurat, memberikan hasil positif sebesar 90% dari individu yang positif terpapar aflatoksin. Metode ini juga efektif untuk mendeteksi paparan aflatoksin yang kronis (untuk 2-3 bulan).
KESIMPULAN
Terdapat 2 bentuk aflatoksikosis, yaitu bentuk intoksikasi akut dan berat dan bentuk intoksikasi kronik subsimtomatik. Dosis dan durasi paparan aflatoksin, umur, jenis kelamin, serta faktor nutrisi sangat mempengaruhi akibat yang ditimbulkan oleh aflatoksin. Infeksi virus Hepatitis B yang terjadi bersamaan dengan paparan aflatoksin akan meningkatkan resiko terjadinya hepatocellular carcinoma (HCC), yaitu melalui gangguan fungsi gen penghambat tumor sehingga terjadi mutasi dan karsinogenesis.
Studi literature:
Disarikan dari tulisan Drh. Kusumandari Indah P
Anonimus. 2001. Aflatoxins and Carcinogenesis Through Alkylation of Vitaletheine Modulators. http://www.highfiber.com/~galenvtp/vtlafltx.htm. [1 Oktober 2006].
________. 2005. Liver Cancer. http://www.cnn.com/HEALTH/library/DS /00399.html. [1 Oktober 2006].
Sumber : - H.Ali Sulaiman, Yulitasari, Panduan praktis Penata laksanaan dan pecegahan
Hepatitis B, Yayasan penerbitan Ikatan Dokter Indonesia, 2004.
- Pedoman pelaksanaan imunisasi DPT/Hb kombo, Dirjen PPM PL , Depkes RI, 2004.
- Peranan aflatoxin pada karsinoma hepatoseluler, Majalah Kedokteran Indonesia, Feb 1987.
Sumber:
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:BYo6okLfCGgJ:duniaveteriner.com/2010/01/studi-literatur-aflatoksin-sebagai-penyebab-kanker-hati/print+aspergillus+parasiticus+mekanisme+infeksi&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id

aspergillus parasiticus


Aflatoksin
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/ee/%28%E2%80%93%29-Aflatoxin_B1_Structural_Formulae_V.1.svg/250px-%28%E2%80%93%29-Aflatoxin_B1_Structural_Formulae_V.1.svg.png
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Struktur kimia (–)-aflatoksin B1
Aflatoksin merupakan segolongan senyawa toksik (mikotoksin, toksin yang berasal dari fungi) yang dikenal mematikan dan karsinogenik bagi manusia dan hewan.
Spesies penghasilnya adalah segolongan fungi (jenis kapang) dari genus Aspergillus, terutama A. flavus (dari sini nama "afla" diambil) dan A. parasiticus yang berasosiasi dengan produk-produk biji-bijian berminyak atau berkarbohidrat tinggi. Kandungan aflatoksin ditemukan pada biji kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai, pistacio, atau bunga matahari), rempah-rempah (seperti ketumbar, jahe, lada, serta kunyit), dan serealia (seperti gandum, padi, sorgum, dan jagung). Aflatoksin juga dapat dijumpai pada susu yang dihasilkan hewan ternak yang memakan produk yang terinfestasi kapang tersebut. Obat juga dapat mengandung aflatoksin bila terinfestasi kapang ini.
Praktis semua produk pertanian dapat mengandung aflatoksin meskipun biasanya masih pada kadar toleransi. Kapang ini biasanya tumbuh pada penyimpanan yang tidak memperhatikan faktor kelembaban (min. 7%) dan bertemperatur tinggi. Daerah tropis merupakan tempat berkembang biak paling ideal.
Toksin ini memiliki paling tidak 13 varian, yang terpenting adalah B1, B2, G1, G2, M1, dan M2. Aflatoksin B1 dihasilkan oleh kedua spesies, sementara G1 dan G2 hanya dihasilkan oleh A. parasiticus. Aflatoksin M1, dan M2 ditemukan pada susu sapi dan merupakan epoksida yang menjadi senyawa antara.
Aflatoksin B1, senyawa yang paling toksik, berpotensi merangsang kanker, terutama kanker hati. Serangan toksin yang paling ringan adalah lecet (iritasi) ringan akibat kematian jaringan (nekrosis). Pemaparan pada kadar tinggi dapat menyebabkan sirosis, karsinoma pada hati, serta gangguan pencernaan, penyerapan bahan makanan, dan metabolisme nutrien. Toksin ini di hati akan direaksi menjadi epoksida yang sangat reaktif terhadap senyawa-senyawa di dalam sel. Efek karsinogenik terjadi karena basa N guanin pada DNA akan diikat dan mengganggu kerja gen.
Pemanasan hingga 250 derajat Celsius tidak efektif menginaktifkan senyawa ini. Akibatnya bahan pangan yang terkontaminasi biasanya tidak dapat dikonsumsi lagi.
[sunting] Rujukan
  • Artikel aflatoksin di wikipedia bahasa Inggris
  • Hiller K, Melzig MF 2007. Die große Enzyklopaedie der Arzneipflanzen und Drogen. Spektrum Elsevier, Heidelberg.
Top of Form

Bottom of Form
Home > Indoor Air QualityFungi In BuildingsFungal GlossaryAspergillus parasiticus
Aspergillus parasiticus
Potential Toxin Production
Some strains are capable of producing a group of mycotoxins - in the aflatoxin group. Aflatoxins are known animal carcinogens. There is limited evidence to suggest that this is a human carcinogen. The toxin is poisonous to humans by ingestion. Experiments have indicated that it isteratogenic and mutagenic (20). It is toxic to the liver (1). The production of the fungal toxin is dependent on the growth conditions and on the substrate used as a food source (1).

Awas! Makanan Kedaluwarsa dalam Parsel


Selasa, 17 Desember, 2002 oleh: Gsianturi
Awas! Makanan Kedaluwarsa dalam Parsel
Gizi.net - Hiruk pikuk pengiriman parsel merupakan contoh aktivitas yang tak terlewatkan menjelang Lebaran, Natal, dan Tahun Baru. Sayangnya, parsel yang kita terima itu bisa menyembunyikan segumpal bahaya jika disisipi makanan kedaluwarsa.

Dengan kondisi masyarakat yang saat ini sedang mengalami krisis kepercayaan, di setiap aspek kehidupan terjadi kebohongan, termasuk di kalangan pengusaha parsel.

Caranya adalah menyisipi keranjang hadiah ini dengan makanan dan minuman yang sudah kedaluwarsa.
Pasti di sini ada unsur kesengajaan guna mendapatkan keuntungan lebih besar. Padahal bila dianalisis dengan pisau keamanan pangan, makanan kedaluwarsa yang seharusnya sudah dibuang dan dimusnahkan, ketika dikonsumsi bisa menimbulkan keracunan yang kerap meminta korban jiwa.

Cuci Gudang
Fenomena ekonomi yang bisa diamati menjelang hari-hari besar seperti Lebaran dan Natal adalah geliat cuci gudang. Barang-barang lama yang tak laku, dijual kembali dengan satu daya tarik potongan harga hingga 50 persen. Bila yang diobral itu adalah makanan dan minuman kemasan yang termasuk jenis barang perishables (mudah rusak), tentu ini ibarat bom waktu yang siap meledak.

Anehnya, makanan dan minuman kedaluwarsa ini bukan cuma diobral, tapi dimasukkan menjadi bagian dari isi parsel, yang harganya bisa meningkat 2-3 kali. Artinya, si pengirim parsel membeli barang busuk yang berbahaya dengan harga mahal untuk tujuan mulia, silaturahmi.

Seseorang yang tidak bisa mengunjungi kerabatnya untuk bersilaturahmi, kemudian mewakili niatnya dengan mengirimkan parsel. Namun, niat baik pengirim parsel dapat berimplikasi negatif ketika isi parsel terdapat makanan dan minuman yang berpotensi menimbulkan bahaya di pihak penerima.

Celakanya, pihak penerima parsel biasanya tak mau mengklaim kepada pihak pengelola atau pengirim parsel. Rasa tak enak menjadi alasan klasik, wong si penerima dikasih gratis. Inilah kesungkanan yang pada umumnya terjadi. Peluang seperti inilah yang kerap dimanfaatkan pengelola parsel.

Si pengirim parsel pun tidak punya kesempatan untuk mengecek isi parsel karena keranjang parsel sudah ditata rapi. Peluang ini juga dipermudah dengan sistem teknologi komunikasi yang makin baik, hanya dengan mengangkat telepon misalnya, parsel sudah dikirim dan sampai ke tujuan sesuai pesanan.

Dari pemberitaan di media massa, pemerintah lewat petugas BPOM sesungguhnya sering turun ke lapangan untuk melakukan inspeksi peredaran makanan dan minuman kedaluwarsa di sejumlah supermarket. Hasilnya selalu didapatkan produk makanan dan minuman kemasan kedaluwarsa sebagai bagian dari parsel yang dijual. Bahkan acapkali dijumpai makanan dan minuman yang sengaja ditutupi tanggal batas kedaluwarsanya dengan label harga.

Bau Tengik
Kiriman parsel yang berisi makanan dan minuman kedaluwarsa mengandung risiko yang tidak kecil bagi kesehatan bila dikonsumsi. Ini menjadi malapetaka di balik parsel yang dikemas dalam bungkus plastik warna-warni itu.

Ketika makanan kaleng memasuki akhir masa simpan (shelf life), di situlah mulai terbentuk substansi beracun dari bakteri patogen atau jamur yang tumbuh dan berkembang. Di antaranya racun, endotoksin, yang dihasilkan Clostridium botolinum yang bersemayam dalam makanan kaleng.

Bila makanan kemasan itu terbuat dari jenis kacang-kacangan, akan mulai terbentuk aflatoksin, suatu senyawa mutagen akibat makanan tercemar oleh sejenis jamur Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Kandungan lemak yang terdapat pada produk kacang-kacangan dapat teroksidasi menjadi asam lemak bebas karena tercampur dengan jamur
tertentu.

Bau tengik yang keluar dari makanan menjadi tanda bahwa makanan yang terbuat dari jagung, kacang tanah, bumbu pecel, keju, dan selai kacang sudah mulai memproduksi aflatoksin yang amat berbahaya bagi kesehatan.

Perhatikan Label
Mengingat tingginya peluang memperoleh makanan kemasan kaleng yang dikirim sebagai parsel saat Lebaran, Natal, dan Tahun Baru, dibutuhkan kehati-hatian sebelum mengkonsumsinya. Salah satu bentuknya adalah tidak mengkonsumsi makanan kaleng yang dicurigai sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan, seperti kaleng kembung, penyok, bocor, dan berkarat.

Untuk memastikan agar terhindar dari keracunan makanan, biasakanlah memperhatikan dan membaca label pada kemasan. Label pada produk pangan diharapkan dapat memberikan informasi secara jelas mengenai produk tersebut.

Dari label kita dapat mengetahui batas akhir penggunaan makanan (kedaluwarsa), kandungan zat gizi, bahan pengawet yang digunakan, dan nama perusahaan yang memproduksi. Dari label juga diketahui apakah suatu produk pangan dibuat di Indonesia atau didatangkan dari luar negeri.
Nah, jangan sedikit pun lengah karena parsel yang berisi makanan kaleng bisa mendatangkan malapetaka. @ Posman Sibuea, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pangan di UGM Yogyakarta dan dosen di Unika St. Thomas SU Medan.

Makanan Pemicu Kanker

http://jendrl.files.wordpress.com/2010/11/formalin.jpg?w=300&h=300Hidup kita di kelilingin oleh bahan-bahan pemicu kanker. Ada Formalin, Boraks, dan Zat Kimia lain, berbagi senyawa dalam makanan, aneka polutan, dan banyak lagi. Kenali zat-zat itu, dan hindari pemakaiannya agar kita bisa tetap sehat.
Kecerobohan dan ketidaktahuan seringkali mambahayakan kesehatan kita sendiri. Sudah tahu kalau formalin adalah bahan pengawet mayat, orang tetap nekat memakainya, mengawetkan susu kedelai, mempercepat pengeringan ikan asin dan sebagainya. Bahan pewarna pakaian juga sering digunakan untuk mempercerah penampilan makanan seperti: kerang basah, terasi, serta berbagai macam jajanan. Sementara boraks digunakan untuk pengawet makanan seperti mie, bakso, dan kerupuk.
Di dalam formalin terkandung formaldehid dalam air, yang menurut Agency for Toxic Substances and Disease Registry, Amerika Serikat, berfungsi sebagai disinfektan (penyuci atau pembasmi hama). Bahan ini seharusnya digunakan untuk industri plastik, busa, resing untuk kertas, karpet, tekstil, cat dan furnitur. Zat ini sangat iritatif serta mampu menimbulkan luka bakar, bahkan bisa mematikan.
Boraks juga merupakan bahan antibateri dan antijamur yang lazim digunakan untuk urusan di luar tubuh. Bahan ini biasanya dipakai untuk pengawet pada industri kayu dan produk antiseptik toilet. Bisa kita bayangkan bila bahan-bahan itu masuk ke dalam tubuh, lalu menyebar lewat pembuluh darah. Organ-organ tubuh pun akan teracuni dan terutama ginjal serta hati harus bekerja ekstra keras. Akibatnya, organ ini bisa mengalami kerusakan. Repotnya lagi, sel-sel tubuh akan bermutasi akibat senyawa asing dan muncul lah kanker.
Penelitian atas efek mutagen serta karsinogen (penyebab kanker) berbagai zat kimia tambahan pada makanan yang sudah berlangsung sejak tahun 1949 di AS membuktikan, sekitar 98 persen senyawa mutagen juga karsinogenik.  Sekarang memang berkeliaran senyawa pemicu mutasi sel atau senyawa mutagen yang bisa berubah menjadi sel kanker pada makanan yang kita konsumsi, tetapi terjadinya mutasi sel tidak secept yang dibayangkan. Karena itu, gejala kanker tidak terjad dalam sekejab.
Prof Ali Khomsan guru besar Jurusan Gizi Keluarga IPB, menyebutkan bahwa kanker berkembang sangat lambat dalam tubuh manusia. Setidaknya dibutuhkan waktu 5-10 tahun setelah seseorang berkontak dengan bahan karsinogenik (pemicu kanker).  Berubahnya sifat genetik suatu sel yang disebabkan oleh perubahan, struktur molekul, atau urutan nukleotida yang menyusun gen atau mutasi ini tejradi sekali dari sejuta kejadian. Selain butuh waktu lama, menurut Dr. Asrul Harsal, Sp,PD-KHOM, dari RS Kanker Dharmais, penyebab kanker sebenarnya bersifat kompleks. Sebagian kanker muncul akibat kondisi lingkungan luar seperti asap rokok, polusi udara, sinar ultra violet, cemaran pestisida dan lainnya. Karena itu, tegas Prof, Ali, sebenarnya untuk menyebutkan apakah suatu zaat menyebabkan kanker tidaklah mudah. Perlu percobaan pada binatanglebih dahulu, setidaknya sampai dua-tiga tahun. Baru setelah itu, kita bisa yakin bahwa zat tersebut menyebabkan kanker. Namun, bisa jadi pada hewan tertentu zat tersebut menimbulkan kanker,, sementara pada hewan lain tidak. Demikian juga pada manusia. Belum tentu pada hewan percobaan suatu zat menyebabkan kanker, lalu pada manusia dengan sendirinya akan menimbulkan kondisi serupa.
Sebagai contoh senyawa akrilamid yang bisa ditemukan pada keripik kentang, sereal, roti kering (makanan yang diolah dengan suhu tinggi). Berdasar penelitian pada hewan, akrilamid dapat dikategorikan sebagai penyebab kanker. Namun hasil riset para peneliti dari Harvard School of public Health dan Karolinska Institute di Stokholm, Swedia, yang dimuat dalam British, Journak of Cancer edisi Selasa, 28 Januari 2003, belum ada fata sahih yang menunjukkan bahwa akrilamid dalam makanan berpotensi memicu kanker pada manusia, meski dikonsumsi dalam jumlah banyak.
Meski beberapa senyawa tambahan itu belum tentu menyebabkan kanker bagi manusia, Prof Ali menyarakan agar kita tetap hati-hati dengan potensi karsinogennya. Kita juga perlu mengenalinya karena konsumsi dalam jangka panjang tetap saja membahayakan tubuh. Beberapa senyawa pemicu kanker bisa muncul karena memang ditambahkan pada makanan, seperti kasus boraks dan formalin, sebaiknya, lota juga harus waspada karena senyawa pemicu kanker bisa terkandung secara alami dalam makanan. Berbagai senyawa pemicu kanker alami yang layak kita waspadai misalnya hydrazine pada jamur (jamur merang, jamur kuping, dan lain-lain). Juga pada jamur champignon (Agaricus bisporus) atau jamur kancung yang mengandung 300 mg agaritine atau 4-hydroxymethylphenylhydrazine per 100 gram-nya. Pada proses metabolsime, agaritine berubah menjadi turunan diazonium dan sifatnya sangat karsinogenik. Pada sebuah uji coba, agaritine sebanyak 400 nanogram per 100 gram bisa menimbulkan 30 persen tumor lambung pada tikus.
Pada kentang berwarna hijau yang mengandung glikoalkaloid, terdapat dua senyawa yang bersifaat karsinogen, yakni solanin dan chaconine. Kedua senyawa ini menyebabkan kentang menjadi beracun. Yang tidak kitaketahui adalah munculnya hidrogen peroksida (H202), yang dihasilkan oleh Quinon dan beberapa prekursor fenol dari apel, pisang, roti panggang dan makanan lain yang telah berwarna cokelat karena terlalu lama disimpan. Hal ini mengakibatkan terjadinya oksida lemak dalam membran sel dan menyebabkan kerusakan DNA. Cemaran mutagen lain yang sering timbul bila bahan makanan lama tidak dimanfaatkan adalah senyawa aflatoksin. Senyawa ini muncul akibat makanan tercemar sejenis jamur Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus, serta asam lemak bebas hasil oksidasi lemak (atau tercampur jamur tertentu). Tanda-tanda munculnya senyawa ini adalah abu tengik, misalnya pada jagung, kacang tanah, keju, bumbu pecel dan selai kacang. Kalau sudah begini, buang semua makanan itu, jangan sekali-kali mengkonsumsi-nya. Beberapa jenis jamur yang menghasilkan racun karsiogenik biasanya berwarna mencolok, biru atau merah. Baunya pun menyengat.
Bisa jadi masih banyak bahan makanan lain yang mengandung senyawa bersifaat karsinogen, Menurut Program Idrus Jus’at MSc, Ph,D, Ketua Program Studi Ilmu Gizi Universitas Indonesia Esa Unggul, menghindari makanan olahan (yang sudah dikemas) adalah langkah terbaik mengurangi risiko terpapar zat pemicu kanker tersebut. Anda bisa mengasup makanan yang diolah secara sederhana dan diolah sendiri bila ingin sehat. Konsumsi bahan alami seperti sayur dan buah perlu diperbanyak. Penglahan paling sederhana dan sangat baik, yakni merebus kurang darilima menit tanpa tambahan apa pun. Meski kelihatannya tidak nikmat, sayuran memiliki rasa yang bisa membantu meningkatkan selera makan. Labu siam misalnya, bila hanya direbus tanpa tambahan apapun, rasanya manis.
Langkah lain yang bisa ditempuh adalah menghindari makanan berlemak tinggi seperti daging. Tubuh kita pada dasarnya didesain untuk menikmati sayur dan buah, bukang daging. Terbukti dari panjangnya usus kita. Hewan pemakan daging memiliki usus yang lebih pendek daripada manusia. Yang juga penting, sebaiknya hindari makanan berpengawet, berpewarna, dan perpenguat rasa. Semua itu mudah kita temui pada makanan instan dan makanan kemasan lain.

Symptoms of Aflatoxicosis
The list of medical symptoms mentioned in various sources for Aflatoxicosis may include:
Read more at http://www.wrongdiagnosis.com/a/aflatoxicosis/signs.htm?ktrack=kcplink
Read more at http://www.wrongdiagnosis.com/a/aflatoxicosis/symptoms.htm?ktrack=kcplink

Home Diagnostic Testing

These home medical diagnostic tests may be relevant to Aflatoxicosis:
Signs or Symptoms of Aflatoxicosis:
Aflatoxins produce acute necrosis, cirrhosis, and carcinoma of the liver in a number of animal species; no animal species is resistant to the acute toxic effects of aflatoxins; hence it is logical to assume that humans may be similarly affected. A wide variation in LD50 values has been obtained in animal species tested with single doses of aflatoxins. For most species, the LD50 value ranges from 0.5 to 10 mg/kg body weight. Animal species respond differently in their susceptibility to the chronic and acute toxicity of aflatoxins. The toxicity can be influenced by environmental factors, exposure level, and duration of exposure, age, health, and nutritional status of diet. Aflatoxin B1 is a very potent carcinogen in many species, including nonhuman primates, birds, fish, and rodents. In each species, the liver is the primary target organ of acute injury. Metabolism plays a major role in determining the toxicity of aflatoxin B1; studies show that this aflatoxion requires metabolic activation to exert its carcinogenic effect, and these effects can be modified by induction or inhibition of the mixed function oxidase system.
The adverse effects of aflatoxins in animals (and presumably in humans) have been categorized in two general forms.
A. (Primary) Acute aflatoxicosis is produced when moderate to high levels of aflatoxins are consumed. Specific, acute episodes of disease ensue may include hemorrhage, acute liver damage, edema, alteration in digestion, absorption and/or metabolism of nutrients, and possibly death.
B. (Primary) Chronic aflatoxicosis results from ingestion of low to moderate levels of aflatoxins. The effects are usually subclinical and difficult to recognize. Some of the common symptoms are impaired food conversion and slower rates of growth with or without the production of an overt aflatoxin syndrome. (Source: FDA Bad Bug Book)
More Symptoms of Aflatoxicosis:
More detailed symptom information may be found on the symptoms of Aflatoxicosis article. In addition to the above medical information, to get a full picture of the possible signs or symptoms of this condition and also possibly the signs and symptoms of its related medical conditions, it may be necessary to examine symptoms that may be caused by:
Medical articles on signs and symptoms:
These general reference articles may be related to medical signs and symptoms of disease in general:
What are the signs of Aflatoxicosis?
The phrase "signs of Aflatoxicosis" should, strictly speaking, refer only to those signs and symptoms of Aflatoxicosis that are not readily apparent to the patient. The word "symptoms of Aflatoxicosis" is the more general meaning; see symptoms of Aflatoxicosis.
The signs and symptom information on this page attempts to provide a list of some possible signs and symptoms of Aflatoxicosis. This medical information about signs and symptoms for Aflatoxicosis has been gathered from various sources, may not be fully accurate, and may not be the full list of Aflatoxicosis signs or Aflatoxicosis symptoms. Furthermore, signs and symptoms of Aflatoxicosis may vary on an individual basis for each patient. Only your doctor can provide adequate diagnosis of any signs or symptoms and whether they are indeed Aflatoxicosis symptoms.
Read more at http://www.wrongdiagnosis.com/a/aflatoxicosis/signs.htm?ktrack=kcplink
Causes of Aflatoxicosis
Aflatoxicosis is caused by exposure to aflatoxins. Aflatoxins are produced by Aspergillus fungi in contaminated dietary staple foods (e.g. corn) from around the equator.
Read more at http://www.wrongdiagnosis.com/a/aflatoxicosis/causes.htm?ktrack=kcplink

Primary Cause of Aflatoxicosis

Related Aflatoxicosis Info

Videos about Aflatoxicosis


Related Pages

  1. Aflatoxicosis: Introduction
  2. Causes of Aflatoxicosis
  3. Primary Cause of Aflatoxicosis
  4. Causes Discussion
  5. Related cause information
The primary cause of Aflatoxicosis is the result:
  • at any time, from exposure to toxins, poisons, environmental, or other substances.

Aflatoxicosis: Causes and Types

Causes of Broader Categories of Aflatoxicosis: Review the causal information about the various more general categories of medical conditions:

What causes Aflatoxicosis?

Causes: Aflatoxicosis: In well-developed countries, aflatoxin contamination rarely occurs in foods at levels that cause acute aflatoxicosis in humans. In view of this, studies on human toxicity from ingestion of aflatoxins have focused on their carcinogenic potential. (Source: FDA Bad Bug Book)

Related information on causes of Aflatoxicosis:

As with all medical conditions, there may be many causal factors. Further relevant information on causes of Aflatoxicosis may be found in:

Tip: Healthy Snacks

Tip: Healthy SnacksDietitian Sheila Kelly shares the best (and worst) snack foods.
play video

Tip: Fiber Up

Tip: Fiber UpMost Americans don’t eat enough fiber. Here are a few tasty ways to get your fill.
play video

Better You Tip: Diet & Withdrawal

Better You Tip: Diet & WithdrawalDon’t let weight gain scare you away from quitting smoking. It’s time for a rejuvenating diet plan.
play video

Tip: Dealing With Cellulite

Tip: Dealing With CelluliteIs there a way to get rid of cellulite?
play video

Rate This Website

What do you think about the features of this website? Take our user survey and have your say:
Website User Survey

Medical Tools & Articles:


Tools & Services:
Medical Articles:

Forums & Message Boards


Title: Penghambatan pertumbuhan aspergillus parasiticus dan reduksi aflatoksin oleh kapang dan khamir ragi tape Authors: Raharjanti, Dyah Sista Keywords: IPB (Bogor Agricultural University)
Aspergillus parasiticus
reduksi
Aflatoksin
Kapang
Khamir
Ragi Issue Date: 2006 Publisher: IPB (Bogor Agricultural Institute) Abstract: Kontaminasi aflatoksin di Indonesia tergolong cukup tinggi dan sulit dihindari mengingat iklim tropis di Indonesia dengan tingkat kelembaban, curah hujan dan suhu yang tinggi sangat menunjang pertumbuhan kapang penghasil aflatoksin. Berbagai teknik pengendalian aflatoksin telah banyak dilakukan meliputi pengendalian secara fisik, kimiawi dan biologis, namun pengendalian secara fisik dan kimiawi dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap komposisi zat gizi bahan pangan dan akan meninggalkan residu yang mungkin berbahaya bagi kesehatan. Oleh sebab itu, diupayakan teknik pengendalian secara biologis dengan menggunakan mikroorganisme untuk mengendalikan pertumbuhan Aspergillus parasiticus dan mencegah biosintesis aflatoksin. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendapatkan isolat kapang dan khamir dari ragi tape yang berpotensi untuk mereduksi aflatoksin dan (2) Mengevaluasi kemampuan isolat kapang dan khamir dalam menghambat pertumbuhan A. parasiticus, menghambat biosintesis aflatoksin dan mendegradasi aflatoksin. Metode penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu penelitian pendahuluan yang meliputi isolasi dan identifikasi kapang dan khamir serta uji kemampuan isolat kapang/khamir dalam mereduksi kandungan aflatoksin. Selanjutnya dipilih satu isolat kapang/khamir yang berpotensi tinggi dalam mereduksi aflatoksin tertinggi untuk digunaka n dalam penelitian utama yang meliputi uji kemampuan isolat kapang/khamir terpilih dalam menghambat pertumbuhan A. parasiticus, biosintesis aflatoksin dan mendegradasi aflatoksin. Hasil penelitian menunjukkan seluruh sampel ragi tape memiliki keragaman mikroorganisme yang cukup tinggi, di mana Chlamydomucor oryzae dan Mucor rouxii merupakan kapang yang sering dijumpai sedangkan khamir yang sering ditemukan adalah Saccharomycopsis sp. Dari semua isolat kapang/khamir yang teridentifikasi memiliki kemampuan yang bervaria si dalam mereduksi aflatoksin. M. rouxii asal Ragi Gedang merupakan kapang yang memiliki kemampuan tertinggi mereduksi aflatoksin sebesar 99,7% sedangkan isolat khamir adalah Saccharomyces sp. asal Ragi NKL yakni sebesar 98,1%. Isolat kapang dan khamir yang digunakan dalam penelitian utama adalah M. rouxii dan Saccharomyces sp. Kedua mikroorganisme mampu menghambat pertumbuhan A. parasiticus, namun aktivitas penghambatan Saccharomyces sp. lebih tinggi dibandingkan M. rouxii. Baik filtrat M. rouxii maupun Saccharomyces sp. mampu menghambat pertumbuhan A. parasiticus dan biosintesis aflatoksin. Namun filtrat M. rouxii dan Saccharomyces sp. yang disuplementasi dengan MEB (1:1) ternyata menstimulir pertumbuhan A. parasiticus dan biosintesis aflatoksin. Kapang M. rouxii mampu mendegradasi aflatoksin lebih baik dibandingkan khamir Saccharomyces sp. yakni sebesar 76,9 % AFB1; 83,3 % AFB2 ; 77,8 % AFG1; dan 81,8% AFG2, sedangkan Saccharomyces sp. sebesar 36,4 % AFB1; 55,6 % AFB2 ; 37,8% AFG1 ; dan 46,7% AFG2.

Top of Form
Bottom of Form
Google
Custom Search
November 13, 2009 at 10:26 am · Filed under Kesehatan
Anda mungkin penggemar pecel. Penelitian ilmiah membuktikan, bumbu pecel mengandung alfatoxin, penyebab kanker hati. Kandungan bahan beracun itu cukup tinggi, melampaui nilai ambang batas yang diperbolehkan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Menurut Dr. H. Achmad Hassan, pakar ilmu penyakit hati RSUD Dr. Soetomo (RSDS)/FK Unair, alfatoxin dihasilkan jamur aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus yang sering tumbuh pada kacang tanah dan produknya (koya, ting-ting gepuk, bumbu san sambel pecel). Juga bahan yang mengandung karbohidrat seperti gaplek, kentang rusak, jagung dan beras yang disimpan lama.
http://vinosa.wordpress.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif
Alfatoxin ertama-tama ditemukan dalam kacang tanah pada tahun 1960 di Inggris, setelah terjadi kematian pada 1.000.000 ayam kalkun dan binatang lainnya. Alfatoxin kemudian mendapatkan perhatian utama karena sangat kuat daya racunnya serta mempunyai daya hepatokarsinogen, yaitu dapat menimbulkan kanker hati.
Menurut Hassan, jamur yang memproduksi alfatoxin membutuhkan suhu diatas 20 derajat celcius, dan kelembaban udara 90 persen. Keadaan ini katanya, terutama ditemukan di daerah tropis. “Untuk menghindari pertumbuhan jamur pada bahan makanan harus berada di bawah 80 persen,” kata Hasan. Hal ini dapat dicapai dengan mengusahakan penyimpanan serta proses pengeringan yang baik dari bahan makanan tersebut, agar kelembaban berada di bawah nilai ambang. Alfatoxin yang telah mencemari bahan makanan, tak hilang dengan pemanasan atau pemasakan.
Kandungan Alfatoxin yang tinggi pada bahan-bahan makanan tertentu telah menyebar luas dikalangan medik. Dr. Adji Wijaya misalnya, pakar ilmu penyakit paru RSDS Surabaya yang gemar makan pecel, kini tak lagi membeli bumbu pecel yang sudah jadi, tapi membuatnya sendiri dari kacang yang masih baru. “Kacang yang berkelupas sedikit saja, menjadi tempat pertumbuhan jamur yang menimbulkan Alfatoxin “, katanya.
Batas maksimum yang diijinkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk Alfatoxin, adalah 30 ppb (part per billion). Namun, bumbu dan sambel pecel, ternyata mengandung sekitar 600 ppb Alfatoxin. Bahan beracun ini ternyata banyak jenisnya, tapi yang paling berbahaya adalah jenis B1.
Teratas di Asia.
Kanker hati saat ini mula merajalela di dunia . Menurut Hasan, penyakit ini menduduki rangking teratas dari penyakit kanker yang ada di Asia. Setiap tahun ia membunuh 300.000 orang. Keganasan ini ditemukan lima kali lebih besar pada laki-laki disbanding wanita, dan biasanya timbul pada umur 50 tahun.
Kanker hati merupakan penyakit yang diketahui, karena sering menyebabkan kematian penderita. Mesti penyebabnya belum diketahui dengan pasti, namun penyelidikan epidemiologis menunjukkan, virus hepatitis B dan Alfatoxin memainkan peranan yang penting.
Menurut Hasan, penelitian yang dilakukan di Taiwan menunjukkan, penderita virus Hepatitis B berpeluang mendapat kanker hati 200 kali lebih besar disbanding dengan orang yang sehat. “80 persen kanker hati disebabkan oleh virus Hepatitis B,” kata Hasan.
Virus Hepatitis B yang memasuki tubuh menyebabkan : -Sebagian penderita mendapat kekebalan alamiah.-Virus akan menetap dalam tubuh, namun penderita merasa sehat. –Penderita menjadi sakit.
66 persen dari penderita yang sakit, tak mempunyai gejala mata kuning sehingga tak ke dokter. Sisanya, berobat berobat ke dokter. Tapi 10 persen diantaranya tak sembuh dengan pengobatan dokter.
66 persen penderita yang tak bergejala tersebut ditambah 10 persen yang bergejala mata kuning yang tak sembuh, berpeluang menderita sirosis hepatitis (hati berkerut) yang dapat berkembang menjadi kanker hati. Kini 300 juta penduduk dunia mengidap hepatitis B, diantaranya, sekitar 12 juta berdiam di Indonesia.
Proses penularan virus hepatitis B selain melalui alat suntik, juga dapat melalui udara, benda yang berkombinasi dengan virus tersebut, bahkan dapat ditularkan melalui hubungan seksual.
Sumber penularan lain melalui tetesan darah dan komponen darah, sentuhan cairan tubuh seperti air mata, air liur, air susu ibu, air kencing, ataupun tinja. Diduga, penularan dalam anggota keluarga menjadi amat tinggi, terutama antara suami istri dan anaknya.
Dengan adanya vaksin terhadap virus hepatitis B, selain bermanfaat untuk menekan inveksi virus ini, dapat mengurangi angka kejadian kaganasan hati.
Tak dapat diobati.
Sejak lama, kanker hati telah didiagnosis pada seseorang, namun sampai saat ini belum ada satu upaya pun yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan orang tersebut. Keadaan ini merupakan penderitaan baik bagi pasien maupun bagi anggota keluarganya.
Jika kanker hati telah terlanjur tumbuh, sukar dibendung, kecuali masih dalam tahap dini. Tapi kanker hati pada tahap dini sukar dideteksi karena tak memberi keluhan yang berarti.
Pada tahap lanjut, kanker hati memberi gejala : badan melemah, gangguan saluran cerna, sesak nafas, mata dan kulit menguning, pembesaran payudara, pada pria, hati membesar dank eras, perut buncit dan kelenjar getah bening membesar.

Hepatitis dan Sirosis

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgR8KayZraMLThKG-AqUMHITIlC0f595z0E_yE1Wrv7o4tpevLRIln129Z32AwNPrS5LjnPz8l3ffLc2oQnTryJEhCX47jAV1yefNZZ7J5z-E_g2WtCvFxPpU0aAvne36cT0TAeEbj65vId/s200/liver.jpg
Dalam peringatan hari Hepatitis sedunia tangal 28 Juli 2010, imunisasi dini bagi bayi usia dini menjadi salah satu yang disuarakan oleh para pemerhati penyakit ini ( Ilmu pengetahuan dan teknologi, Kompas 3 Agustus 2010 ). Hal ini sesuai dengan rekomendasi World Health Organization ( WHO ) agar negara dengan angka kesakitan Hepatitis B diatas 8 % , pada tahun 1997 telah melaksanakan program Imunisasi Hepatitis B untuk bayi yang diintegrasikan dalam program imunisasi rutin. Hasil penelitian menunjukkan angka kesakitan Hepatitis B di beberapa daerah di Indonesia berkisar antara 3 - 20 %.



95 % bayi dengan Hepatitis B akan berkembang menjadi Sirosis ( terjadinya perubahan sel sel hati menjadi tidak teratur disertai terbentuknya jaringan ikat ), sementara pada usia dewasa hanya terjadi diantara 5 - 10 % kasus. Hal ini dapat terjadi karena belum sempurnanya sistem kekebalan tubuh pada bayi, sehingga pencegahan dengan vaksinasi sangat penting diberikan sedini mungkin. Pemberian vaksinasi Hepatitis B sesuai program imunisasi nasional diberikan dalam kombinasi dengan vaksin DPT dalam satu preparat tungal. Beberapa penelitian menunjukkan respon kekebalan pada vaksin kombinasi lebih tinggi dari pada pemberian secara terpisah. Jadwal pemberian imunisasi DPT/Hb kombo sebanyak 4 kali, diberikan saat usia 0 - 7 hari, kemudian saat usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.



Hepatitis adalah proses radang pada hati, dapat disebabkan karena infeksi virus ( virus Hepatitis A s/d G, virus Cytomegalo atau virus Eipstein Bar ), infeksi Salmonela Typhi , infeksi Amoeba. Dapat juga karena manifestasi toxic dari obat / bahan kimia. Hepatitis karena infeksi ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi kotoran penderita atau melalui cairan tubuh ( hubungan seks, dari ibu hamil kepada janin yang dikandung, transfusi, pemakaian jarum suntik atau benda tajam lain yang terkontaminasi ). Proses perjalanan penyakit tergantung pada sistem kekebalan tubuh penderita, bila sistem pertahanan ini baik akan diikuti proses penyembuhan , bila lemah akan menjadi khronis menuju terjadinya Sirosis atau kanker hati. Sirosis hepatis dapat juga timbul akibat konsumsi alkohol berlebihan dalam waktu yang lama biasanya lebih dari 5 tahun, ataupun karena aflatoxin dari jamur yang terkontaminasi dalam makanan. Pengalaman klinis menunjukkan adanya kasus kasus Sirosis ataupun kanker hati dengan riwayat pemakaian alkohol atau minum jamu godog secara terus menerus sebelumnya. Jamur Aspergillus Flavus atau Aspergillus Parasiticus yang menghasilkan aflatoxin dapat terkontaminasi dalam bahan bahan makanan seperti bumbu dapur, beras, jagung, kacang kacangan akibat penyimpanan dengan kelembaban dan suhu yang mendukung ( umumnya pada temperatur diatas 20 derajat celcius dan pada kelembaban udara 90 % ) , diperlukan kehati hatian pemilihan bahan makanan yang tidak berjamur. Agar suatu bahan makanan tidak ditumbuhi jamur , saat menyimpan harus dikeringkan dulu karena kelembabannya harus dibawah 8 %. Biji padi padian selalu membawa spora jamur yang akan berkembang dengan cepat apabila kondisinya memungkinkan, kacang tanah saat dipanen kelembabannya 30 % merupakan kondisi yang baik sekali untuk tumbuhnya jamur , karena itu sangat penting kegiatan pengeringan sebelum penyimpanannya.



Sumber : - H.Ali Sulaiman, Yulitasari, Panduan praktis Penata laksanaan dan pecegahan

Hepatitis B, Yayasan penerbitan Ikatan Dokter Indonesia, 2004.

- Pedoman pelaksanaan imunisasi DPT/Hb kombo, Dirjen PPM PL , Depkes RI, 2004.


- Peranan aflatoxin pada karsinoma hepatoseluler, Majalah Kedokteran Indonesia, Feb 1987.


November 24, 2008
Identifikasi genus jamur dalam Grup I
1. Spores 1-celled ………………………………………………….……. 2
1. Spores with more than one cell ……………………………………….. 12
2. Colonies, spores, and other tissues colourless or brightly coloured ……. 3
2 Colonies, spores, and/or other tissues dark coloured ………………….. 8
3. Spores produced in chains ………………………………………….…. 4
3 Spores not produced in chains ……………………………………..…. 6
4.
àConidiophores with a swollen head or vesicle bearing bottle-shaped phialides Aspergillus
4. Conidiophores not swollen at apex …………………………………… 5
8. Spores in chains, produced externally ……………………………….. 9
8. Spores not in chains, produced inside sporangia or fruiting bodies (pycnidia) 10
9.
àConidiophores with a swollen head or vesicle bearing bottle-shaped phialides; conidial chains unbranched  Aspergillus
9.  Cladosporium
àConidiophores lacking a swollen apex; spore chains often branched; spores often both 1- and 2-celled
Identifikasi Aspergillus
A Diameter koloni kurang dari 30 mm setelah satu minggu pda Czapek Agar pada suhu 250C ……….. A. Aspergillus versicolor
Dimeter koloni lebih besar dari 30 mm setelah satu minggu pda Czapek Agar pada suhu 250C ……….. B
B Kepala konidia hitam ……………………………………. Aspergillus niger
B Kepala konidia tidak hitam ……………………………. C
C Kepala kondia putih …………………………………….. Aspergillus cabdidus
C Kepala kondia tidak putih ……………………………… D
D Kepala kondia hijau ……………………………………… E
D Kepala kondia coklat ………………………………………. J
E Kepala kondia berwarna hijau keabu-abuan, koloni merah atau kuning dengan hifa berpigmen ………… Aspergillus glaucus
E Koloni dan konidia hanya dalam bayangan yang berwarna hijau saja …………………………………… F
F Kepala konidia berbentuk radiate atau terpecah dalam koloni pada usia lanjut ………………………… G
F Kepala konidia berbentuk kolom/potongan kayu …. I
G Vesikula berbetuk gada yang memanjang …………….. Aspergillus clavatus
G Vesikula berbentuk bulat ………………………………… H
H Metula dan fialid dijumpai pada kebanyakan konidiofor …………………………………………….. Aspergillus flavus
H Hanya fialid saja yang ada pada konidiofora ………. Aspergillus parasiticus
I Dijumpai adanya metula dan fialid …………………. Aspergillus nodulans
I Hanya ada fialid saja …………………………………….. Aspergillus fumigatus
J Kepala konidia berwarna seperti jerami………….. Aspergillusachraceus
J Kepala konidia berwarna coklat tua K
K Kepala konidia radiate atau pecah dalam kolom/potongan kayu terbawa umur ………………… Aspergillus wentii
K Kepala konidia membentuk potongan kayu Aspergillus tereus
http://s2.wp.com/wp-content/themes/pub/contempt/images/blog/speech_bubble.gif?m=1278204597g6 Komentar | http://s2.wp.com/wp-content/themes/pub/contempt/images/blog/documents.gif?m=1278204597gjamur | Ditandai: aspergillus, identifikasi, jamur | http://s2.wp.com/wp-content/themes/pub/contempt/images/blog/permalink.gif?m=1278204597gPermalink
http://s2.wp.com/wp-content/themes/pub/contempt/images/blog/figure_ver1.gif?m=1278204596gDitulis oleh ptp2007

Tip: Healthy Snacks

Tip: Healthy SnacksDietitian Sheila Kelly shares the best (and worst) snack foods.
play video

Tip: Fiber Up

Tip: Fiber UpMost Americans don’t eat enough fiber. Here are a few tasty ways to get your fill.
play video

Better You Tip: Diet & Withdrawal

Better You Tip: Diet & WithdrawalDon’t let weight gain scare you away from quitting smoking. It’s time for a rejuvenating diet plan.
play video

Tip: Dealing With Cellulite

Tip: Dealing With CelluliteIs there a way to get rid of cellulite?
play video